SPRAIN ANKLE
Sprain ankle biasanya diartikan sebagai cedera olahraga tapi dapat juga terjadi pada aktifitas sehari-hari. Sprain ankle merupakan terulurnya atau terjadinya robekan pada ligamen penyusun sendi ankle, karena gerakan yang mendadak atau tiba-tiba pada posisi kaki terpuntir kesalah satu sisi yang menyebabkan ligamen tertarik melebihi batas normal elastisitasnya.
Penyebab terjadinya sprain ankle merupakan akibat dari gerakan pergelangan kaki yang melebihi kekuatan ligamen ankle. Menurut (Calatayud, 2014) , sprain ankle terjadi karena adanya cedera berlebihan (overstreching dan hypermobility) atau trauma inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba, ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai atau tanah yang tidak rata sehingga hal ini akan menyebabkan telapak kaki dalam posisi inversi, menyebabkan struktur ligamen yang akan teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional normal, terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen kompleks lateral, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi, adanya nyeri tersebut menyebabkan imobilisasi sehingga terjadi penurunan kekuatan otot dan keterbatasan gerak.
Faktor – faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sprain ankle dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik, diantaranya sebagai berikut:
Derajat I = Robekan parsial tanpa laxity disertai edema ringan
Derajat II = Robekan parsial dengan laxity ringan disertai nyeri, bengkak, nyeri tekan, dan instabilitas derajat sedang
Derajat III = Robekan komplit disertai peningkatan nyeri, pembengkakan sedang, laxity yang lebih nyata, dan kadang sendi tidak stabil
Penatalaksaan fisioterapi pada sprain ankle terdiri dari dua jenis yaitu fase akut dan fase kronis atau kronik. Pada fase akut penatalaksanaan fisioterapi dapat berupa PRICE, sedangkan pada fase kronis dapat diberikan terapi latihan.
1. Fase Akut dengan PRICE
2. Fase Kronis dengan Terapi Latihan
Terapi latihan dilakukan setelah proses imobilisasi dilakukan dengan tepat dan akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses rehabilitasi. Oleh karena itu adapun bentuk-bentuk latihan yang dapat dilakukan diantaranya sebagai berikut :
a. Towel Stretch
Posisikan pasien duduk di permukaan yang datar, selanjutnya mintalah pasien untuk meluruskan kakinya dan lingkarkan handuk di sekitar jari-jari ataupun telapak kaki, setelah itu mintalah pasien untuk menarik handuk secara perlahan dan pastikan lutut tetap lurus. Tahan posisi tersebut selama 15 – 30 detik lalu istirahatkan dan ulangi sebanyak 3 kali.
b. Active Ankle Range Of Motion Exercise
Pertama posisikan pasien duduk di permukaan yang datar, selanjutnya luruskan kaki pasien dan mintalah pasien untuk melakukan gerakan dorsiflexion, plantar flexion, inversion dan eversion. Lakukan gerakan ini 3 set 10 kali.
c. Biomechanical Ankle Platform System (BAPS)
Posisikan pasien berdiri di atas papan dengan rileks dan tetap di awasi oleh fisioterapis, lalu mintalah pasien untuk menggoyangkan papan dengan kaki yang dibuka selebar bahu, selanjutnya goyangkan papan ke arah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam secara bergantian. Latihan ini dapat dilakukan selama 20 kali dalam waktu 2 menit.