UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
INTELLIGENCE TO BE ADVANCE
Alamat : Jl. Seroja, Gang Jeruk, Kelurahan Tonja Denpasar Utara, Bali 80239
Telp : (0361) 4747770 | 081238978886 | 085924124866
Email : iik.medali[at]gmail.com
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
INTELLIGENCE TO BE ADVANCE
Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL)
  15 August 2022 - Dibaca 613 kali
  Oleh Administrator
Pengertian Anterior Cruciate Ligament (ACL)

Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah ligamen yang terdapat pada sendi lutut. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator untuk mencegah pergeseran ke depan atau ke belakang yang berlebih dari tulang tibia terhadap tulang femur yang stabil. Cedera ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan zig-zag, perubahan arah gerak, dan perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-deselerasi) seperti sepak bola, basket, bola voli, dan futsal. Trauma juga dapat menyebabkan robeknya ACL, terutama trauma langsung pada lutut dengan arah gaya dari samping (Zein, 2013).

Derajat pada Anterior Cruciate Ligament (ACL) 

Menurut Wijayasurya & Setiadi, 2021 penentuan derajat cedera ligamen penting dalam menentukan terapi awal yang diperlukan serta prognosis sebagai suatu hal yang diperlukan dalam penyembuhan fungsional serta lamanya rehabilitasi yang dibutuhkan. Grade  atau klasifikasi cedera pada Anterior Cruciate Ligament (ACL) di bagi menjadi 3 yaitu :

1. Grade 1:  Beberapa serat robek namun integritas ligamen tetap utuh dan sendi tetap stabil Sedikit serabut yang putus disertai nyeri ringan dan bengkak tetapi tidak ada perpanjangan kerusakan pada ligamentum.


2. Grade 2 : Titik dimana regangan ligamen semakin lebar dan sudah terjadi robekan parsial ligament namun stabilitas otot tetap dapat terjaga. Ligamen biasanya akan sembuh tanpa operasi. Dapat berfungsi terbatas dengan sedikit ketidakstabilan.

3. Grade 3 : Pada grade ini sudah terjadi robekan komplit ligament dengan hilangnya integritas sendi. Ligamen telah terpisah menjadi dua bagian dan sendi lutut menjadi tidak stabil dan seringkali sangat sulit untuk menyangga meskipun menggunakan tongkat, operasi sering diperlukan untuk perbaikan.

Penyebab terjadinya cedera pada Anterior Cruciate Ligament (ACL)

Menurut (American Academy of Orthopedic Surgeons, 2009), ACL bisa terjadi melalui beberapa penyebab :

  1. Mengubah posisi dengan cepat saat sedang melakukan sesuatu. Saat kita melakukan kegiatan dengan kecepatan tinggi lalu kita melakukan perubahan posisi dengan cepat maka akan terjadinya robekan pada ligament.
  2. Berhenti secara tiba-tiba. Jika kita melakukan kegiatan yang berat atupun dengan pergerakan yang cepat lalu kita berhenti secara tiba-tiba tanpa adanya aba-aba maka akan menyebabkan cedera pada Anterior Cruciate Ligament.
  3. Gerakan melambat saat berlari. Pada saat kita berlari dalam waktu yang lama lebih baik kita tetap dengan tempo yang sama tanpa ada perlambatan sehingga dapat mempersedikit resiko terjadinya robekan pada ligament.
  4. Mendarat pada posisi yang salah saat lompatan. Biasanya pendaratan kaki yang tidak pas dapat terjadi pada saat kita melakukan gerakan lompat jauh atau tinggi, sebaiknya kita dapat menentukan tumpuan kaki yang kuat dan pas untuk posisi pendaratan saat lompatan untuk menghindari cedera.
  5. Kontak langsung atau tabrakan. Menerima pukulan atau tabrakan langsung pada lutut, seperti pada kecelakaan mobil atau melakukan gerakan tackle ketika bermain sepak bola dapat menyebabkan robekan ligament yang berat.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa atlet wanita memiliki insiden cedera ACL yang lebih tinggi daripada atlet pria dalam olahraga tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengkondisian fisik, kekuatan otot, dan kontrol neuromuskular. Penyebab lain yang terdapat adalah adanya perbedaan dalam keselarasan panggul dan ekstremitas bawah (kaki), peningkatan kelonggaran pada ligamen, dan efek estrogen pada ligament.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengidentifikasi cedera ACL yaitu sebagai berikut :

1. Lanchman Test

Menurut LaBella et al., 2014 Lanchman test dilakukan dengan posisi pasien terlentang. Lutut yang cedera ditekuk hingga 30 derajat. Terapi dibelakang tibia dengan ibu jari pada tuberculum tibialis dan tangan lainnya pada paha bawah pasien. Selanjutnya tibia ditarik kedepan dan dibandingkan dengan lutut yang tidak cedera. Peningkatan gerakan anterior tibialis relatif terhadap tulang paha tanpa titik akhir yang jelas dibandingkan dengan pemeriksaan lutut yang tidak cedera, sehigga menunjukkan ACL yang robek atau cedera.Lanchman test merupakan tes yang digunakan untuk melihat pergeseran antara tungkai atas dan bawah yang menunjukkan ketidakstabilan lutut. Pergeseran sebanyak 5 mm dapat menjadi indikasi untuk dilakukan (Santoso et al., 2018).

2. Anterior Drawer Test 

Anterior drawer test juga dilakukan dengan posisi pasien terlentang dengan lutut fleksi 90 derajat. Pemeriksa memegang tibia tepat dibawah lutut, dengan ibu jari pemeriksa ditempatkan pada kedua sisi tendon patella. Caranya tibia ditarik kedepan sehingga akan dapat dibandingkan dengan kaki yang berlawanan atau tidak cedera bahwa akan terjadi translasi dari anterior tibialis. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa adanya robekan ACL (LaBella et al., 2014).

3. Pivot Test

Menurut LaBella et al., 2014 pivot test dilakukan dengan pasien pada posisi terlentang dan posisi lutut ekstensi. Pemeriksa menekan sisi lateral lutut sementara secara bertahap melenturkan lutut pasien. Pivot test jarang dilakukan karena memberikan rasa sakit pada daerah sekitar lutut.

Penanganan Fisioterapi pada Anterior Cruciate Ligament (ACL)
  1. Modalitas Fisioterapi

Beberapa modalitas terapi yang sering digunakan untuk rehabilitasi cedera ACL pada fase akut dan kronis yaitu :

a. Electrotherapy

Electrotherapy (terapi listrik) adalah modalitas terapi yang diterapkan pada otot yang cedera atau tidak bergerak selama tahap awal program latihan terapi yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan aliran darah, meningkatkan ROM, dan meningkatkan kekuatan otot. Salah satu elektroterapi yang sering digunakan untuk rehabilitasi cedera ACL yaitu Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS). Menurut (Arovah, 2010), TENS mempergunakan listrik bertegangan rendah yang disuplai dari suatu alat portable bersumber daya baterai. Dua elektroda pada alat ini dihubungkan pada bagian yang nyeri sehingga bagian tersebut teraliri impuls listrik yang akan menjalar pada serabut saraf untuk mengurangi kepekaan terhadap rangsangan nyeri.

Indikasi TENS :

  • Pada kondisi akut pasca operasi
  • Pada kondisi kronik

Kontraindikasi TENS :

  • Alat pacu jantung
  • Pendarahan akut
  • Gangguan sirkulasi darah
  • Pasien yang memiliki respon alergi terhadap gel dan elektroda
  • Kehamilan

b. Cryotherapy

Cryotherapy merupakan jenis aplikasi dingin untuk mengurangi respons inflamasi (nyeri dan bengkak) pasca cedera jaringan akut dan untuk mengurangi kebutuhan metabolik jaringan yang rusak. Ketika dingin diterapkan pada kulit, yang merupakan objek yang lebih hangat, panas akan hilang, hal ini disebut pendinginan. Aplikasi dingin kurang dari 15 menit menyebabkan pendinginan kulit langsung, pendinginan jaringan subkutan setelah sedikit keterlambatan, dan pendinginan pada jaringan otot setelah penundaan lebih lama. Hal ini menyebabkan penurunan metabolisme sel, presepsi nyeri, dan peningkatan kekakuan jaringan.

Indikasi :

  • Spastisitas yang menyertai gangguan sistem saraf pusat
  • Cedera akut awal atau inflamasi
  • Kondisi nyeri kronis
  • Edema

Kontraindikasi :

  • Luka terbuka
  • Pasien yang memiliki kulit anestetik (kebas, baal)
  • Radang sendi
  • Fraktur

2. Terapi Latihan

Terapi latihan merupakan salah satu usaha dalam pengobatan fisioterapi yang di dalam pelaksanaanya menggunakan latihan gerak baik secara aktif maupun pasif dengan sasaran orang yang sehat maupun sakit. Terapi latihan bertujuan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi dan dapat memperkuat otot-otot. Pemberian latihan dapat dikerjakan dengan berbagai posisi dan sesuai dengan ukuran  yang bisa meningkatkan lingkup gerak sendi. Menurut (Arovah, 2010), jenis-jenis latihan terapi antara lain meliputi latihan kelenturan (fleksibilitas) untuk meningkatkan range of motion (ROM), latihan stretching untuk meningkatkan mobilitas, latihan beban (strength training) untuk peningkatan fungsi, dan latihan aerobik untuk meningkatkan ketahanan kardiovaskuler. Pada pasien yang post operasi Anterior Cruciate Ligament dapat di berikan beberapa exercise yaitu :

  1. Range of Motion (ROM)

Range Of Motion exercise adalah latihan dengan menggunakan prinsip dasar dengan menggerakan sendi yang kaku berfungsi untuk memperbaiki tingkat kemampuan mobilitas sendi dan jaringan lunak sehingga mampu meningkatkan tonus otot dan masa otot untuk meminimalkan kontraktur. Latihan ROM pasca rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament yang diberikan berupa:

  • Mobilisasi patella

Latihan mobilisasi patella adalah latihan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri dan jaringan parut pada sekitar lutut serta meningkatkan ROM saat menekuk lutut. Latihan ini dilakukan secara pasif dengan posisi supine lying, luruskan tungkai, kemudian gerakan patella kearah horizontal (kanan-kiri) dan vertical (naik turun) secara maksimal (Prentice, 2014).

  • Heel Slide

Latihan heel slide merupakan latihan yang dilakukan untuk meningkatkan range of motion (ROM) sendi lutut. Gerakan ini dilakukan dengan posisi pasien tidur terlentang dan tungkai lurus kemudian gerakan fleksi secara perlahan-lahan sampai batas toleransi pasien (rasa nyeri) (Millett, 2010).

b. Strengthening excrcise

Strengthening excrcise yaitu latihan yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot pasca rekontruksi Anterior Cruciate Ligament (ACL) secara isometrik dan isotonik melalui kontraksi otot. Latihan ini dapat mempercepat laju metebolisme, peningkatan kepadatan tulang, membangun kembali jaringan otot yang hilang. Pasca operasi ACL mengakibatkan melemahnya otot pada sendi lutut terutama pada kelompok otot quadriceps (Maralisa & Lesmana, 2020). Latihan strengthening yang dapat diberikan yaitu quaridriset exercise, hamstringset exercise,  for way hip exercise.

  • Quadriset exercise

Quadriset exercise adalah latihan isomentrik yang dilakukan untuk meningkatkan aktivasi otot quadriceps yang menyebabkan kontraksi otot sehingga myofibril mengalami peningkatan densitas kapiler dan protein. Latihan ini dilakukan dengan aktivasi pada kelompok otot quadriceps pasca operasi ACL yang dilakukan pada posisi duduk bersandar dengan meluruskan tungkai, beri bantalan di bawah paha kemudian minta pasien untuk menekan maksimal bantalan ke bawah sehingga otot quadriceps berkontraksi (Millett, 2010).

  • Hamstringset exercise

Hamstring exercise dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot hamstring pasca ACL rekontruksi. Gerakan dilakukan dengan posisi duduk bersandar dengan posisi tungkai fleksi knee 90° minta pasien untuk menekan tumit ke bawah tarik ke belakang secara maksimal sehingga otot hamstring berkontraksi (Millett, 2010).

  • For way hip exercise.

Latihan for way hip exercise pasca rekonstruksi ACL berfungsi untuk penguatan otot hip. Posisikan pasien supine lying dengan kaki lurus kemudian minta pasien untuk menggerakan fleksi hip, ekstensi hip posisi prone lying, abduksi hip posisi slide lying dan adduksi hip posisi supine lying.

Daftar Pustaka
  1. American Academy Orthopaedic Surgeons, 2014. “Anterior Cruciate Ligament Injury” http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00549
  2. Arovah, N. I. (2010). Dasar-Dasar Fisioterapi Pada Cedera Olahraga. Yogyakarta: FIK UNY.
  3. LaBella, C. R., Hennrikus, W., Hewett, T. E., Brenner, J. S., Brooks, A., Demorest, R. A., Halstead, M. E., Weiss Kelly, A. K., Koutures, C. G., LaBotz, M., Loud, K. J., Martin, S. S., Moffatt, K. A., Benjamin, H. J., Cappetta, C. T., McCambridge, T., Gregory, A. J. M., Kluchurosky, L. K., Philpot, J. F., … Alexander, S. N. (2014). Anterior cruciate ligament injuries: Diagnosis, treatment, and prevention. Pediatrics, 133(5). https://doi.org/10.1542/peds.2014-0623
  4. Santoso, I., Sari, I. D. K., Noviana, M., & Pahlawi, R. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Op Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament Sinistra Grade III Akibat Ruptur Di RSPAD Gatot Soebroto. Jurnal Vokasi Indonesia, 6(1), 66–80. https://doi.org/10.7454/jvi.v6i1.117
  5. Wijayasurya, S., & Setiadi, T. H. (2021). Cedera Ligamen Krusiatum Anterior. Jurnal Muara Medika Dan Psikologi Klinis, 1(1), 98. https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12091
  6. Zein, M. I. (2013). CEDERA ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT (ACL) PADA ATLET BERUSIA MUDA. Jurnal Medikor, XI. No. 2, 111–121.
  7. Fukuda, T. Y., Fingerhut, D., Moreira, V. C., Camarini, P. M. F., Scodeller, N. F., Duarte, A., Martinelli, M., & Bryk, F. F. (2013). Open Kinetic Chain Exercises in a Restricted Range of Motion after Anterior Cruciate Ligament Reconstruction: A randomized controlled clinical trial. American Journal of Sports Medicine, 41(4), 788–794. DOI https://doi.org/10.1177/03635465134 76482.
  8. Faxon, J. L., Sanni, A. A., & McCully, K. K. (2018). Hamstrings and Quadriceps Muscles Function in Subjects with Prior ACL Reconstruction Surgery. Journal of Functional Morphology and Kinesiology, 3(4). DOI: https://doi.org/10.3390/jfmk3040056.