Sering Nyeri Pada Bokong? Awas PIRIFORMIS SYNDROME!
Piriformis syndrome adalah gangguan neuromuskular yang terjadi karena saraf sciatica (nervus ischiadicus) terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis sehingga menimbulkan nyeri, kesemutan, pada area bokong sampai perjalanan saraf sciatica. Kelainan ini dikenal juga dengan nama wallet syndrome, pseudoisiadika, sindrom foramen infrapiriformis, deep gluteal syndrome, atau neuropati hip socket. Timbulnya nyeri pada piriformis syndrome karena otot mengalami lokal iskemik, tidak lancarnya aliran darah di area otot piriformis karena berbagai macam seperti adanya spasme otot, stiffness, tenderness, bahkan kelemahan otot piriformis itu sendiri.
Otot piriformis berasal dari anterior vertebra sacral S2-S4, permukaan gluteal ilium dekat dengan permukaan posterior os iliaka, dan kapsul sendi sakroiliaka. Otot berjalan ke lateral melalui foramen skiatik mayor dan berinsersi ke fossa pirifomis pada aspek medial trokanter mayor femur. Otot piriformis berfungsi sebagai rotator eksternal sendi panggul saat paha diekstensikan dan sebagai abductor sendi panggul saat paha difleksikan. Otot piriformis dipersarafi oleh cabang saraf tulang belakang L5, S1, dan S2. Terdapat dua tipe Piriformis syndrome. Piriformis syndrome primer melibatkan faktor anatomis, seperti robeknya otot piriformis, cedera nervus iskiadikus, atau kelainan lajur nervus iskiadikus. Piriformis syndrome sekunder melibatkan faktor presipitasi seperti makro-trauma, mikrotrauma, dan efek iskemik.
Gejala paling sering adalah nyeri setelah duduk lebih dari 15 menit, terkadang penderita juga merasa sulit berjalan dan nyeri saat aktivitas melibatkan gerakan rotasi internal, seperti duduk bersila. Beberapa gejala antara lain:
Prevalensi piriformis syndrome tidak diketahui dengan pasti karena presentasinya yang tidak jelas dan kemungkinan underdiagnosis. Piriformis syndrome diperkirakan menyebabkan 0,3% -6% nyeri punggung bawah dan paha atas/posterior. Insiden nyeri punggung/sciatic kira-kira 40 juta di seluruh dunia, sekitar 2,4 juta kasus baru piriformis syndrome setiap tahun. Biasanya terjadi pada pasien paruh baya, dengan jumlah kasus yang dilaporkan lebih tinggi pada wanita. Prevalensi pada wanita lebih tinggi 6 kali lipat dibandingkan pria, mungkin berkaitan dengan lebih lebarnya muskulus quadriseps femoris (Q angle), perbedaan struktur pelvis, atau perubahan hormonal yang dapat mempengaruhi otot sekitar pelvis. Piriformis syndrome sering pada usia produktif dan lanjut usia, dapat muncul pada segala golongan pekerjaan dan aktivitas.
Piriformis syndrome disebabkan oleh kontraksi otot piriformis yang berkepanjangan atau berlebihan. Karena kedekatannya dengan saraf sciatic, piriformis syndrome dikaitkan dengan nyeri di bokong, pinggul, dan tungkai bawah. Penyebab piriformis syndrome yang sering adalah trauma pada bokong (jatuh, cedera olahraga), kompresi (duduk lama) dan penggunaan berlebihan.
Temuan klinis yang sering adalah kekakuan pada saat dilakukan palpasi otot piriformis. Pada palpasi dapat teraba massa berbentuk seperti sosis pada bokong yang merupakan otot piriformis yang berkontraksi. Beberapa tes spesifik yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis piriformis syndrome yaitu :
1. Test FAIR (Flexion Adduction Internal Rotation)
Dilakukan dalam posisi lateral recumbent, dengan sisi yang sakit menghadap ke atas. Pemeriksa akan melenturkan pinggil pasien hingga membentuk sudut antara 600 dan 900. Satu tangan pemeriksa menstabilkan pinggul pasien dan tangan lainnya memutar dan mengadduksi pinggul dengan memberikan tekanan ke bawah pada lutut. Test FAIR dianggap positif jika pasien melaporkan rasa sakit yang mendalam di bagian tengah pantat.
2. Test Pace
Test ini menunjukkan nyeri panggul karena piriformis yang terlalu tertekan dan hilangnya fungsi otot. Pasien dalam posisi duduk di sisi tempat tidur dengan kedua celana ketat diaduksi dalam posisi istirahat normal akan diminta untuk mendorong tangan pemeriksa, diletakkan pada aspek lateral lutut. Gerakan abduksi ini akan menyebabkan nyeri bokong yang dalam dan pemeriksa akan mengamati kelemahan pada sisi yang sama. Test ini tidak selalu positif pada piriformis syndrome karena otot piriformis bertindak sebagai rotator pinggul (eksternal) ketika pinggul dalam ekstensi dan abduksi pinggul ketika pinggul dalam fleksi, sehingga kedua tindakan tersebut harus diuji.
3. Test Freiberg
Terdiri dari rotasi internal pasif kaki dengan pinggul dalam ekstensi untuk evaluasi keterbatasan gerakan akibat kontraksi spastik piriformis. Test dilakukan dengan pasien dalam posisi tengkurap dengan lutut dari tempat yang sakit ditekuk ke sudut 90°. Pemeriksa akan menempatkan satu tangan di bawah lutut yang tertekuk dan tangan lainnya pada tumit kaki yang sama dan akan menginduksi rotasi internal dari tight dengan mendorong tumit secara lateral. Gerakan ini meregangkan otot piriformis dan menimbulkan rasa sakit di area saraf sciatic.
4. Manuver Beatty
Dilakukan dalam posisi berbaring miring dengan sisi yang sakit menghadap ke atas. Ekstremitas bawah yang tidak terpengaruh akan menjaga pinggul dan lutut tetap ekstensi sementara pinggul dan lutut dari sisi yang sakit akan ditekuk pada sudut 90°, dengan lutut bertumpu di atas meja. Pasien akan diminta untuk mengangkat lutut sisi yang sakit beberapa inci dari meja dan mempertahankan posisinya. Abduksi aktif ini akan menyebabkan rasa sakit jauh di pantat jika saraf sciatic dikompresi oleh otot piriformis.
Fisioterapi berperan dalam penyembuhan kasus ini karena fisioterapi salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk individu dan atau kelompok dalam upaya mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan den menggunakan modalitas, mekanis, gerak dan komunikasi.
1. Modalitas Fisioterapi
a. TENS (Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation)
TENS yang menjadi salah satu modalitas yang digunakan dalam penanganan kasus piriformis syndrome ini efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi sensoris ke saraf pusat. TENS menghilangkan nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah. Mekanisme kerja TENS menurut gate control theory of pain, stimulasi dari aferen berdiameter besar, akan menginhibisi respon serat nosiseptive yang berada di dorsal horn, melibatkan inhibisi segmental dengan menggunakan neuron yang berada di substansia gelatinosa yang berada di cornu dorsalis medula spinalis sehingga nyeri akan terblokir dan rasa nyeri akan dirasa berkurang.
Penatalaksanaan TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Penatalaksanaan fisioterapi menggunakan TENS dalam dilakukan dengan memasang pad elektroda diarea otot piriformis, atur alat; mode TENS, waktu 15 menit, f 100Hz, naikan intensitas tens sesuai toleransi pasien, periksa keadaan setiap lima menit sekali, setelah selesai lepas pad elektroda, matikan alat, rapikan alat dan ruangan.
b. MWD (Micro Wave Diathermy)
Pengaruh MWD dalam penurunan rasa nyeri yakni adanya efek thermal yang akan menimbulkan efek fisiologis terhadap jaringan yaitu setiap kenaikan 1 °C MWD dapat mengurangi sebagian inflamasi dan meningkatkan metabolisme, peningkatan 2 – 3 °C berfungsi menurunkan nyeri dan muscle spasme, sedangkan peningkatan pada suhu di atas 3-4 °C dapat meningkatkan ekstensibilitas jaringan. Efek thermal yang dihasilkan oleh MWD akan diikuti dengan vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah kapiler menjadi meningkat. Adanya peningkatan ini akan melancarkan pembuangan zat-zat sisa metabolisme yang menumpuk di jaringan yang sering menyebabkan spasme otot dan nyeri. Dengan lancarnya pembuangan zat sisa metabolisme, maka otot yang tegang yakni otot piriformis akan menjadi rileks dan nyeri akan berkurang.
Penatalaksanaan MWD (Micro Wave Diathermy)
Penatalaksanaan fisioterapi menggunakan MWD dalam dilakukan dengan memasang elektroda di daerah otot piriformis, pemberian MWD dilakukan selama 15 menit dengan intensitas 60-80 watt (toleransi pasien) maka perlahan otot yang tegang yakni otot piriformis akan menjadi rileks dan nyeri akan berkurang (Alfonso, Ortega, Dami, & Mart, 2013)
c. US (Ultrasound)
US merupakan modalitas yang sering digunakan dalam program rehabilitasi terkait gangguan muskuloskeletal. Frekuensi yang digunakan untuk menghasilkan efek teraputik dari US yakni 3 MHz untuk area superficial dan 1 MHz untuk area yang lebih dalam. Dalam kasus piriformis syndrome, frekuensi yang digunakan yakni 1 MHz untuk menjangkau otot piriformis yang berada di bawah m.gluteus maximus. US memiliki 2 efek, yakni efek thermal dan nonthermal (mekanik). Efek thermal menghasikan peningkatan suhu permukaan kulit yang meningkatan metabolisme, melancarkan aliran darah, mengurangi peradangan ringan, mengurangi kejang otot, mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi.
Penatalaksanaan US (Ultrasound)
Penatalaksanaan fisioterapi menggunakan US dilakukan dengan memberikan gel di atas kulit yang akan diterapi ataupun obat-obatan topikal tertentu dicampur dengan gel ultrasound, kemudian mulai melakukan terapi dengan gerakan probe melingkar atau maju mundur pada daerah otot piriformis. Terapi akan berlangsung selama 7-10 menit bergantung. (Probe adalah alat yang memancarkan gelombang ultrasound pada terapi ultrasound bebentuk seperti hand shower).
2. Terapi Latihan
Secara umum tujuan terapi latihan ialah mencegah disfungsi seperti mengembangkan, meningkatkan, memperbaiki dan memelihara kekuatan, daya tahan dan kesegaran kardiovaskular, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, koordinasi, keseimbangan dan keterampilan fungsional. Hold Relax Stretching dapat meningkatkan lingkup gerak sendi dengan meningkatkan fleksibilitas otot piriformis melalui peregangan. Metode hold relax stretching dapat meningkatkan fleksibilitas otot piriformis melalui peningkatan elastisitas komponen viscoelastic nonkontraktil. Mekanisme perbaikan lingkup gerak sendi tergantung dari efek inhibisi autogenik. Inhibisi autogenik bergantung pada fungsi golgi tendon organ yang tidak hanya berperan dalam mendeteksi perubahan panjang otot, tetapi juga perubahan ketegangan otot. Aktivasi dari golgi tendon organ akan menimbulkan relaksasi otot dengan menimbulkan inhibisi neuron motorik melalui aktivasi sel Renshaw untuk mengurangi sensitivitas otot terhadap kontraksi. Teori lain menyatakan bahwa dengan mengkontraksikan otot sebelum melakukan peregangan akan mengaktifkan reseptor muscle spindle yang akan menurunkan sensitivitasnya, mengurangi muscle tension dan resistensi terhadap peregangan.
Penatalaksanaan Metode (hold relax stretching)
Penatalaksanaan fisioterapi melalui Metode Hold Relax Stretching dilakukan dengan cara melatih otot piriformis sehingga dapat kembali bergerak dan memanjang dengan mudah sehingga metabolisme disekitar otot tersebut dapat dengan lancar dapat menurunkan rasa nyeri. Menerapkan teknik penguluran otot dengan cara teknik fasilitasi dan inhibisi efektif pada kasus piriformis syndrome dan hasil yang ditunjukkan yaitu berkurangnya nyeri dan menambahnya lingkup gerak sendi karena adanya spasme atau tightness pada otot-otot sekitar sendi.
Ahmed, H. I. (2015). Effect Of Modified Hold-Relax Stretching And Static Stretching On Hamstring Muscle Flexibility , 535-538.
Aji, B. dan Budi Prasetyo, E.,. (2018). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PIRIFORMIS SYNDROME DEKSTRA DENGAN MODALITAS TENIS, FRICTION DAN METODE TERAPI LATIHAN DI RSUD BENDAN , 34-36.
Loria A. Boyajian et al. (2007). Diagnosis and Management of Piriformis Syndrome , 38-45.
Mahendrakrisna, D. (2019). Diagnosis Sindrom Piriformis , 20-31.
Wijayanti, S. (2016). ASPEK KLINIS DAN PENATALAKSANAAN SINDROM PIRIFORMIS, 35-38.
Tria Dewi Syifa. (2019). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN MODALITAS TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DAN CERVICAL SPINE MOBILIZATION PADA KASUS CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSJ. PROF. DR. SOEROJO MAGELANG. http://eprints.ums.ac.id/75228/11/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. Diakses pada 12 Oktober 2022
Ade Putra Suma. Micro Wave Diathermy. https://adeputrasuma.blogspot.com/2013/07/micro-wave-diathermy.html. Diakses pada 12 Oktober 2022
Muthiah Munawwarah, SST.Ft, M.Fis ; Wahyuddin, SST.Ft, M.Sc ; Abdurrasyid, SST.Ft, M.Fis. (2013). MODUL PRAKTIKUM.https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Course-944-7_0009.Image.Marked.pdf. Diakses pada 13 Oktober 2022
Dessy Puspitarini.(2018). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PIRIFORMIS SYNDROME SINISTRA DI RS PARU DUNGUS. https://core.ac.uk/download/159823121.pdf. Dikases pada 13 Oktober 2022
Prama Haditya Bayu Putra. (2019). PENATALAKSANAAN INFRARED, TENS, DAN HOLD RELAX UNTUK MENGURANGI NYERI DAN MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LUTUT PADA KASUS OSTEOARTHRITIS KNEE BILATERAL DI RSUD DR SOESELO SLAWI. http://eprints.ums.ac.id/77810/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. Diakses pada 15 Oktober 2022
Dr. Arif Soemarjono, SpKFR,FACSM. (2015). Apa Itu Terapi Ultrasound?.https://flexfreeclinic.com/layanan/detail/26. Diakses pada 15 Oktober 2022
Faradilah Destyana, I. DP. Sutjana, Agung Wiwiek Indrayani. PERBANDINGAN ANTARA INTERVENSI HOLD RELAX STRETCHING DENGAN INTERVENSI TRANSVERSE FRICTION MASSAGE PADA TERAPI MODALITAS ULTRA SOUND TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA KASUS PIRIFORMIS SYNDROME DI KLINIK FISIOTERAPI MERDEKA MEDICAL CENTER BALI.http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/2785/1/db7eade815c52507833bce0085814a67.pdf. Diakses pada 15 Oktober 2022