UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
INTELLIGENCE TO BE ADVANCE
Alamat : Jl. Seroja, Gang Jeruk, Kelurahan Tonja Denpasar Utara, Bali 80239
Telp : (0361) 4747770 | 081238978886 | 085924124866
Email : iik.medali[at]gmail.com
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
INTELLIGENCE TO BE ADVANCE
Yuk! Mari mengenal Penyakit Asma dan cara menanganinya
  14 March 2023 - Dibaca 372 kali
  Oleh Administrator
Pengertian Penyakit Asma

Asma adalah suatu kelainan berupa peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan penyempitan saluran napas (hiperaktifitas bronkus) sehingga menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Penyebab pasti dari penyakit asma belum diketahui. Para peneliti berpikir beberapa interaksi faktor genetik dan lingkungan bisa menyebabkan asma, paling sering terjadi pada awal kehidupan (RI, 2018). Asma merupakan masalah kesehatan global yang serius. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dari segala usia di seluruh dunia. Asma adalah gangguan peradangan saluran pernapasan kronis di mana banyak sel dan elemen – elemen seluler yang seperti sel mast, eosinophil, limfosit T, neutrophil dan sel epitel yang dapat menyebabkan inflamasi. Serangan asma yang berat dapat menyebabkan kematian Faktor-faktor utama penyebab kematian karena asma adalah ketidaktepatan diagnosis, penelitian beratnya asma oleh penderita maupun oleh dokter yang merawat kurang akurat, serta pengobatan yang kurang memadai. Oleh  karena itu, ketepatan dalam diagnosis, penilaian beratnya asma, serta pemberian pengobatan yang  tepat merupakan kunci pengobatan dalam serangan asma akut (Tanjung, 2014).

Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa. Saluran udara di paru-paru menjadi sempit karena peradangan dan pengencangan otot-otot di sekitar saluran udara kecil. Hal ini menyebabkan gejala asma seperti batuk, mengi, sesak napas dan dada sesak. Gejala-gejala ini terputus-putus dan seringkali lebih buruk di malam hari atau selama berolahraga. Pemicu umum lainnya dapat memperburuk gejala asma. Pemicu bervariasi dari orang ke orang, tetapi dapat mencakup infeksi virus (pilek), debu, asap, asap, perubahan cuaca, serbuk sari rumput dan pohon, bulu dan bulu binatang, sabun dan parfum yang kuat (Organization, 2011). Asma bisa menyerang orang-orang tanpa mengenal usia dan seringkali dimulai sejak masa kanak-kanak, atau bisa juga terjadi setelah seseorang dewasa karena beberapa faktor, seperti obesitas, stress yang berlebihan, pola hidup dan lingkungan yang tidak sehat dan lain sebagainya. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2020, Asma merupakan salah satu jenis penyakit yang paling banyak diidap oleh masyarakat Indonesia, hingga akhir tahun 2020, jumlah penderita asma di Indonesia sebanyak 4,5 persen dari total jumlah penduduk Indonesia atau sebanyak 12 juta lebih (Klaten, 2022).

Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi  timbulnya serangan asma, yaitu :

1.Faktor predisposisi yaitu genetic

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 

2. Faktor Presipitasi yaitu alergan. Alergan dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

  • Inhalan, masuk saluran pernafasan. Seperti : debu,bulu binatang, bakteri dan polusi.
  • Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan.
  • Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti : perhiasan, logam,dan jam tangan.

Adapun beberapa penyebab Penyakit Asma, antara lain :

  1. Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
  2. Adanya pembengkakan membrane bronkhus.
  3. Terisinya bronkus oleh mokus yang kental  (RIVIANTI, 2010)
 Tanda dan Gejala Asma

Gejala awal penyakit asma sangat berbeda-beda pada setiap orang, namun gejala penyakit ini lebih dominan terjadi pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang ditimbulkan penderita secara umum akan mengalami tanda seperti:

  1. Rasa tertekan di dada sehingga muncul sesak napas.
  2. Dada terasa nyeri.
  3. Bunyi saat bernapas (whezzing atau mengi).
  4. Batuk – batuk.
  5. Sulit mengatur napas.
  6. Kelelahan.

Lingkungan yang tidak sehat atau bersih seperti banyaknya debu, kotoran, asap rokok, bahan kimia atau suhu udara yang ekstrem dapat memperburuk gejala asma. Selain itu, gejala juga dapat semakin buruk jika terjadinya komplikasi terhadap asma sehingga bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan yang bisa dikenal dengan Status Asmaticus. Untuk itu, penting sekali untuk mengendalikan dan mengontrol gejala ini guna kepentingan keselamatan penderita. 

Klasifikasi Asma

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1.Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

2.Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3.Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Rosyida, 2022) 

Patofisiologi

Asma ditandai dengan pengurangan diameter saluran nafas disebabkan oleh kontraksi otot polos, sumbatan vaskuler, edema dinding bronkhus dan sekresi mucus yang tebal. Hasil akhir dari proses diatas adalah peningkatan resistensi saluran nafas, menurunnya pernafasan dan volume ekspirasi paksa, hiperinflasi, meningkatnya usaha nafas, perubahan fungsi otot respirasi, perubahan recoil elasticity, mismatch antara pulmonary blood flow dan ventilasi dan perubahan pada konsentrasi gas dalam darah. Walaupun asma adalah penyakir primer pada saluran nafas, tetapi fungsi paru dapat terganggu selama berlangsungnya serangan asma. Pada pemeriksaan volume ekspirasi paksa satu detik (FEV1) atau peak expiratory flow rate (PEFR) biasanya <40% yang diprediksikan. Pada penderita yang sering mengalami serangan, pemeriksaan elektrokardiografi memberikan gambaran hipertrofi ventrikel dan hipertensi pulmo. (Yuktiana Kharisma, 2017) Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas dengan gejala mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa berat, batuk saat malam atau dini hari. Serangan biasanya berkaitan dengan obstruksi luas saluran napas di dalam paru, namun bervariasi. Obstruksi ini seringkali bersifat reversibel, baik secara spontan atau dengan terapi. Namun demikian, obstruksi saluran napas dapat menjadi gagal napas akibat peningkatan kerja pernapasan, inefisiensi pertukaran gas, dan kelelahan otot pernapasan. Obstruksi saluran napas yang bersifat rekuren disebabkan oleh bronkokonstriksi, edema saluran napas, hiperresponsivitas saluran napas, dan remodeling saluran napas, berupa: inflamasi, hipersekresi mukus, fibrosis subepitelial, hipertrofi otot polos saluran napas, dan angiogenesis. Inflamasi memegang peran sentral dalam patofisiologi asma. Inflamasi saluran napas melibatkan interaksi berbagai tipe sel dan mediator. Gambaran imunohistopatologis asma meliputi infiltrasi sel inflamasi neutrofil (khususnya pada onset mendadak, eksaserbasi berat, asma okupasional, dan perokok), eosinofil, limfosit, aktivasi sel mast, cedera sel epitel. Karakteristik patologi asma mengakibatkan peningkatan resistensi saluran napas dan hiperinflasi paru dinamis. Hal ini akan mengakibatkan konsekuensi sebagai berikut. 

  1. Peningkatan work of breathing. Hal ini  terjadi akibat peningkatan resistensi saluran napas dan penurunan pulmonary compliance karena volume paru yang besar.
  2. Ventilation– perfusion mismatch. Hal ini mendasari kondisi hipoksemia dan hiperkapnia pada penyakit paru. Penyempitan dan penutupan saluran napas akan mengganggu pertukaran gas.
  3. Interaksi kardiopulmoner. Fungsi jantung dipengaruhi oleh perubahan volume paru dan tekanan intrapleura (Prof. Dr. dr. I D Bagus Ngurah Rai, 2016)
Manifestasi Klinis 

Manifestasi Klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

  1. Tingkat I: Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
  2. Tingkat II : Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
  3. Tingkat III : Tanpa keluhan. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
  4. Tingkat IV: Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
  5. Tingkat V: Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi (Rosyida, 2022).
Komplikasi

 Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam pada gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia, bronkhiolitis, chronic persistent bronchitis, emphysema (Rosyida, 2022)

Pencegahan Asma

Upaya pencegahan asma dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :

  1. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi individu yang menderita beresiko asma, dengan cara :
  1. Menghindari polusi tembakau dan polutan lainnya
  2. Selama kehamilan diet hipoalergenik untuk ibu hamil, dalam kondisi tertentu selama tidak menggangu asupan janin
  3. Mengusui sepenuhnya sampai usia 6 bulan
  4. Diet hipoalergenik untuk ibu menyusui
  1. Opsional pencegahan diharapkan untuk mencegah kontaminasi pada anak-anak yang tidak berdaya dengan menghindari keterbukaan terhadap asap rokok dan alergen keluarga, terutama serangga dan residu.
  2. Antisipasi tersier diharapkan dapat mencegah manifestasi asma pada anak dengan indikasi penyakit hipersensitif (Febriana, 2022)
 Assessment Fisioterapi

Menurut Sholichin et al (2021), pemeriksaan untuk menilai Resistensi saluran nafas non elastis akibat penumpukan mucus pada pasien asma dapat ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

 

Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan menanyakan langsung dengan pasien/klien (Autoanamnesis) dan atau kepada orang lain yang merupakan keluarga atau yang mengetahui riwayat penyakit pasien (Heteronamnesis). Dalam melakukan anamnesis ada beberapa hal yang harus digali seperti:

a.Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan hal yang sangat penting untuk ditanyakan karena keluhan inilah yang mendorong pasien atau klien mencari pertolongan kepada tenaga medis, pada penyakit asma keluhan utama yang sering ditemukan adalah sesak napas, kesulitan bernapas, batuk, dan anoreksia. Kemudian pasien mengalami sesak napas akut, mengi, batuk, bahkan batuk berdahak kental dan keras, saat menggunakan otot pendukung pernapasan, serta sianosis, takikardia, dan gelisah. (Rada Amalia, 2022)

b.Riwayat penyakit sekarang, berupa :

Pertanyaan dapat berupa : Berapa lama keluhan sudah dirasakan? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi ? Bagaimana perkembangannya ? Dalam keadaan apa yang menyebabkan pasien/ klien memperberat dan meringankan keluhan ?

c.Riwayat penyakit dahulu

Untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dahulu dengan penyakit sekarang.

d.Riwayat Keluarga

Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang bisa diturunkan  ataupun penyakit yang dapat menular.

 

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

Dalam melakukan cek vital sign hal yang perlu diperhatikan adalah :

  1. Tekanan darah,
  2. Denyut nadi,
  3. Pernafasan/ Respirasi,
  4. Suhu atau temperatur,
  5. Tinggi dan berat badan,
  6. Berat Badan,

Inspeksi

Dari hasil pemeriksaan respiratori equipment pasien dapat dilihat ada/tidaknya memakai alat bantu napas. Pada inspeksi dilihat juga bentuk dari dada pasien apakah sama seperti dada normal, dan mengamati pola pernafasan paseien (cepat lambatnya).

Palpasi

Dapat dilihat ada atau tidak spasme pada otot pernapasan. Kemudian teraba ada atau tidaknya nyeri tekan pada otot-tot pernafasan.

Perkusi

Pada saat dilakukan perkusi dengan cara mengetuk dengan distal interpalang pada intercosta bagian anterior dan posterior.

Auskultasi

Dengan menggunakan stetoskop untuk mendengar suara napas tambahan wheezing saat ekspirasi dan ronchi pada saat inspirasi dan ekspirasi. Kemudian dengan menggunakan stetoskop dapat didengarkan letak sputum di paru pasien.

Pemeriksaan uji fungsi paru sangat diperlukan dalam keadaan ini, uji fungsi paru digunakan dalam perawatan pasien dengan cara pengukuran volume dan kapasitas paru dan pengukuran dinamika. Pengukuran dinamika ini dapat menyampaikan data tentang tahanan atau resistensi saluran nafas serta energi ketika bernafas, resistensi saluran nafas non elastis dapat diukur dengan alat spirometer dengan cara mengukur Volume Ekspirasi Kuat (VEK), Kapasitas Vital Kuat (KVK), dan Aliran Maksimal Midekspirasi (AMME) atau dengan alat mini peak flow meter (PFM) dengan cara mengukur APE (Aliran Puncak Ekspirasi) atau VEK (Pedoman Nasional Asma Anak, 2004 ; Price & Wilson, 1995; Sholichin, 2018)

Pengukuran PEFR ( Peak Expiratory Flow Rate) menggunakan Peak Flow Meter (PFM)

Ada berbagai parameter uji fungsi paru yang terkenal dan peralatan serbaguna, tetapi untuk menggunakannya di lapangan, terutama untuk pemeriksaan rutin dan berkala, diperlukan instrumen yang sederhana, murah, dan praktis. Peak Flow Meter adalah alat sederhana, kecil, dan mudah dibawa dan digunakan untuk memeriksa Peak Expiratory Flow Rate (PEFR). (Lorensia et al., 2017 ; Nuari, 2015). Pengukuran PEFR merupakan salah satu prosedur untuk menentukan patensi jalan nafas besar. Hal ini dilakukan dengan instrumen portabel yang disebut PFM, dan pasien didorong untuk meniup ke dalamnya dengan sekuat tenaga sampai menunjukkan tekanan tertentu. nomor pada flowmeter yang dimasukkan ke dalam mulut dengan menggigit dan menutup mulut. bibir dirapatkan Pasien disuruh melakukan tiga kali pemeriksaan dengan PFM untuk setiap waktu pengukuran, dengan nilai terbaik yang dipilih dari ketiga hasil tersebut. Jika rentang pengukuran masing-masing tidak lebih besar dari 30 liter/menit, pemeriksaan PEFR dianggap dapat diterima perbandingan antara nilai yang diamati dan nilai 24 evaluasi PEFR akan menunjukkan tingkat keparahan serangan asma (Adriany, 2016).

Penyumbatan jalan napas menyebabkan keterbatasan aliran udara pada asma yang dapat dideteksi dengan menggunakan spirometer dan tes fungsi paru PFM. Peak Flow Meter (PFM) hanya mengukur PEFR dapat membantu untuk mengembangkan, memantau keberhasilan manajemen, dan tindak lanjut penderita asma (Giordano, 2012 ; Adriany, 2016).

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Penyakit Asma

 Modalitas fisioterapi yang digunakan pada kondisi asma akut yaitu dengan           menggunakan Infra Red (IR), Breathing Exercise (BE), dan Terapi Latihan (TL).

1.Infra Red

Jarak penyinaran harus tegak lurus dengan daerah yang akan diterapi yaitupada punggung dan dada dengan jarak 35-45 cm dengan waktu 10-15 menit,ditambah pada daerah ototsternocloidomastoideus, pectoralis mayor danminor.

Manfaat dan Tujuan dari Infra Red :

  1. Mengaktifkan molekul air dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena Infrared (Inframerah) mempunyai getaran yang sama dengan molekul air. Sehingga, ketika molekul tersebut pecah maka akan terbentuk molekul tunggal yang dapat meningkatkan cairan tubuh.
  2. Meningkatkan sirkulasi mikro. Bergetarnya molekul air dan pengaruh Infrared (Inframerah) akan menghasilkan panas yang menyebabkan pembuluh kapiler membesar, dan meningkatkan suhu kulit, memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi tekanan jantung.
  3. Meningkatkan metabolisme tubuh. jika sirkulasi mikro dalam tubuh meningkat, racun dapat dibuang dari tubuh kita melalui metabolisme. Hal ini dapat mengurangi beban liver dan ginjal.
  4. Mengembangkan Ph dalam tubuh. Sinar Infrared (Inframerah) dapat membersihkan darah, memperbaiki tekstur kulit dan mencegah rematik karena asam urat yang tinggi.
  5. Infrared (Inframerah) jarak jauh banyak digunakan pada alat-alat kesehatan. Pancaran panas yang berupa pancaran sinar inframerah dari organ-organ tubuh dapat dijadikan sebagai informasi kondisi kesehatan organ tersebut. Hal ini sangat bermanfaat bagi dokter dalam diagnosis kondisi pasien sehingga dokter dapat membuat keputusan tindakan yang sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Selain itu, pancaran panas dalam intensitas tertentu dipercaya dapat digunakan untuk proses penyembuhan penyakit seperti cacar. Contoh penggunaan inframerah yang menjadi trend saat ini adalah adanya gelang kesehatan. Dengan memanfaatkan Infrared (Inframerah) jarak jauh, gelang tersebut dapat berperan dalam pembersihan dalam tubuh dan pembasmian kuman atau bakteri. (blogteknisi, 2019).

Infra red mampu untuk mengurangi rasa nyeri karena menimbulkan efek sedatif atau rasa nyaman pada saraf sensori superficial. Nyeri merupakan bagian dari sisa hasil metabolisme tubuh. infra red sendiri akan meningkatkan sirkulasi darah sehingga sisa-sisa metabolism tubuh dapat hilang terbawa oleh aliran darah. Hal inilah yang menyebabkan infra red mampu untuk mengurangi rasa nyeri. Dan efek thermal yang ditimbulkan oleh infra red mampu melancarkan sirkulasi darah. Jaringan akan mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup. Selain itu jaringan otot elastisitasnya akan kembali lentur. Hal ini akan membuat otot-otot menjadi rileks. (Oktaviani, 2014)

2.Breathing Exercise dengan teknik Pursed Lips Breathing

Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar thoraks bagian bawah.

3.Breathing Exercise dengan teknik Diaphragmatic Breathing

Diaphragmatic breathing exercise diberikan pada penderita gangguan respirasi yang sedang mengalami serangan sesak nafas. Penderita asma yang sedang kambuh. Pada saat serangan asma, otot nafas atas akan mengalami kekelahan karena bekerja keras untuk bernafas. Maka perlu   diistirahatkan agar sesak tidak bertambah. Oleh karena itu penggunaan teknik ini akan membantu mengurangi serangan sesak. (Oktaviani, 2014)

4.Mobilisasi Sangkar Thorak

​Pasien meletakkan kedua tangan dibelakang kepala. Lalu terapis menginstruksikan pasien untuk menggerakkan tangan ke belakang sambil menghirup napas kemudian memfleksikan kepala ke depan sambil menghembuskan napas perlahan-lahan. Manfaat dan tujuan dari pemberian Mobilisasi Sangkar Thorak adalah dapat meningkatkan volume inhalasi dan membantu meningkatkan aliran udara masuk melalui saluran ventilasi colateral. Latihan sangkar thorak yang dilakukan seacara verbal dan stimulasi taktil, penguluran secara cepat dan ditambah tahanan yang diberikan melalui tangan terapis dengan mengambil keuntungan memanjangnya ketegangan secara optimal pada otot-otot inspirasi sehingga dapat memperbaiki inspirasi maksimal. (HASANAH, 2016)

Mobilisasi sangkar thoraks dapat diberikan kepada seorang yang mengalami keterbatasan pada gerakan dada, baik secara struktural maupun postural. Tehnik ini dapat secara efektif untuk mobilitas sangkar thoraks, selain itu dapat pula di jadikan sebagai stretching secara aktif dari pasien itu sendiri, sehingga dapat membebaskan paru untuk berkembang secara leluasa. (Oktaviani, 2014)

3.Chouging Exercise (Latihan Batuk Efektif)

Pasien diintruksikan untuk tarik napas melalui hidung, kaki dan tangan dideplesikan, mengatur diafragma untuk inspirasi dan kemudian tahan pernapasan untuk beberapa detik, kontraksikan otot diafragma untuk menghasilkan batuk 2 kali (batuk pertama untuk melepaskan dahak, batuk kedua untuk mengeluarkan dahak dari paru). Batuk efektif tindakan paling tepat untuk membersihkan laring, trakea, bronkeoli dari secret dan benda asing. Sehingga dengan melakukan batuk efektif pasien dapat menghemat energy dan tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal, karena mampu merangsang terbukanya sitem kolateral dan meningkatkan volume paru dan memfasilitasi pembersihan saluran napas. Latihan batuk efektif ini biasanya digunakan untuk pasien yang mengidap asma disertai dengan dahak, yang bertujuan untuk mengeluarkan dahak yang tersangkut pada laring. (Oktaviani, 2014)

Daftar Pustaka
  1. Blogteknisi. (2019, October 28). Pengertian, Fungsi dan Penjelasan Infrared (Inframerah). Retrieved from BlogTeknisi.
  2. Febriana, L. (2022). HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPARAHAN DAN TINGKAT KONTROL ASMA BRONKIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN ASMA BRONKIAL. 10-11.
  3. HASANAH, D. U. (2016). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK DI RSKP RESPIRA YOGYAKARTA, 8.
  4. Hendra, P. (2017, Desember 04). Langkah-langkah Assesment Subjektif dan Objektif Fisioterapi. Retrieved from Fisioterapi Pedia.
  5. Klaten, T. P.-R. (2022, Agustus 31). Asma. Retrieved from Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
  6. Oktaviani, D. A. (2014). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA ASMA ACUTE. 11-12.
  7. Organization, W. H. (2011, May 11). Asthma.
  8. Prof. Dr. dr. I D Bagus Ngurah Rai, S. (2016). ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA. Denpasar: PT. Percetakan Bali.
  9. RI, P. K. (2018, April 17). Definisi Asma. Retrieved from Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
  10. RIVIANTI, C. (2010). TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN ASMA DI INSTALASI . 7.
  11. Rosyida, N. (2022). Makalah Asma.
  12. Tanjung, D. H. (2014). Jaringan Saraf Tiruan dengan Backpropagation. Vol. 2, No. 1, November 2014, 28-38.
  13. Yuktiana Kharisma, d. M. (2017). Tinjauan Umum Penyakit Asma. 10.