UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
INTELLIGENCE TO BE ADVANCE
Alamat : Jl. Seroja, Gang Jeruk, Kelurahan Tonja Denpasar Utara, Bali 80239
Telp : (0361) 4747770 | 081238978886 | 085924124866
Email : iik.medali[at]gmail.com
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
INTELLIGENCE TO BE ADVANCE
PENANGANAN FISIOTERAPI PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)
  24 February 2025 - Dibaca 47 kali
  Oleh Administrator
 Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah gangguan pernafasan yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang persisten dan biasanya bersifat progresif serta berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis saluran napas yang disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu. Eksaserbasi dan komorbid berperan dalam tingkat keparahan penyakit pasien secara keseluruhan. PPOK biasanya berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya dalam udara. PPOK merupakan suatu penyakit multi komponen yang dicirikan oleh terjadinya hipersekresi mukus, penyempitan jalan napas, dan kerusakan alveoli paru-paru. Penyakit tersebut bisa merupakan kondisi terkait bronkitis kronis, emfisema, atau gabungan keduanya (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2022). 

Etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Penyakit paru obstruksi kronik disebabkan oleh terpapar terlalu lama dengan partikel ataupun gas berbahaya. Merokok merupakan penyebab umum terjadinya PPOK, karena merokok menyebabkan iritasi dan inflamasi yang kemudian dapat mengakibatkan perubahan struktur pada alveoli. Selain itu, yang dapat menyebabkan PPOK yaitu perokok pasif, paparan lingkungan, dan pekerjaan (Nurbadriyah, 2022).  

Menurut Gold (2022) faktor resiko terjadinya PPOK terdiri dari :

  1. Asap rokok

Orang yang merokok memiliki resiko jauh lebih besar mengalami kelainan pada fungsi paru dan masalah pernafasan. Merokok dinilai sebagai penyebab seseorang terkena PPOK di negara maju dan diperkirakan sebanyak 50-70% (Yawn et al., 2021).

  1. Polusi udara

Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan menjadi memburuk gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah maupun dari dalam rumah seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, asap dapur, dan lainlain (Ikawati, 2016).

  1. Pekerjaan

Pekerjaan juga dapat menjadi penyebab terkena PPOK karena beberapa pekerjaan berisiko menjadi pemicu terkena penyakit ini. Pada pekerja industri keramik yang terpapar debu, pekerja tambang emas dan batu bara, atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu gandum, dan asbes, mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena PPOK (Ikawati, 2016).

  1. Genetik

Faktor genetik berupa alpha-1 antitrypsin (AATD), gen matrik metalloproteinase (MMP-12) dan glutathione S-transferase dapat menyebabkan penurunan pada fungsi paru dan beresiko mengakibatkan PPOK (Gold, 2022).

  1. Usia dan jenis kelamin

PPOK bukan merupakan penyakit yang hanya dijumpai pada lansia, namun PPOK sering terjadi pada usia produktif. PPOK paling banyak terjadi pada wanita di bawah 40 tahun. PPOK pada wanita lebih cenderung tidak terdiagnosis dikarenakan tidak merokok, dan mempunyai massa indeks tubuh yang lebih rendah (Gold,2022).

  1. Asma

Asma dapat menjadi factor resiko terjadi PPOK, karena adanya keterbatasan aliran udara (Gold, 2022).

  1. Infeksi

Adanya peningkatan kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum atau dahak, peningkatan frekuensi ekserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang mana semua itu dapat meningkatkan risiko kejadian PPOK (Ikawati, 2016).

 

Patofisiologi Penyakit Paru Obstrukstif Kronis

PPOK merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya peradangan pada saluran pernafasan, parenkim paru, dan pembuluh darah paru yang terjadi karena stress oksidatif dan ketidakseimbangan protease-antiprotease yang disebabkan oleh paparan asap rokok ataupun polusi udara yang terjadi di dalam ataupun luar ruangan. PPOK terjadi karena pada bagian luar dinding saluran nafas mengalami peningkatan formasi folikel limfoid yang menyebabkan penebalan pada 13 slauran nafas kecil, sehingga dapat terjadi retriksi pada jalan nafas. Proses yang terjadi tersebut akan mengakibatkan lumen pada saluran nafas mengecil dan berkurang akibat tertumpuknya eksudat inflamasi pada mukosa.

Perubahan stuktur yang terjadi pada paru dapat meningkatkan terjadinya resistensi aliran udara yang disebabkan oleh terperangkapnya udara secara signifikan. Kondisi tersebut akan menghasilkan tanda dan gejala seperti sesak nafas, batuk, dan peningkatan produksi sputum. Hipersekresi mukus pada pasien PPOK apabila tidak segera ditangani akan mengakibatkan infeksi yang dapat memperburuk kondisi dari pasien PPOK (Nurbadriyah, 2022).

Tanda dan Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis

 Tanda dan gejala yang biasa dialami pasien PPOK sebagai berikut : 

  • Batuk kronis selama 3 bulan dalam setahun, terjadi berselang atau setiap hari, dan seringkali terjadi sepanjang hari. 
  • Produksi sputum atau dahak yang berlebih pada saluran nafas 
  • Terdapat suara mengi atau wheezing
  • Kelelahan 
  • Sesak nafas (dispnea) bersifat progresif sepanjang waktu, memburuk jika berolahraga, dan memburuk jika terkena infeksi pernapasan. 
  • Penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik (cepat lelah dan terengah-engah) 
  • Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada mengembang. 
  • Takipnea adalah pernapasan lebih cepat dari keadaan normal dengan frekuensi lebih dari 24 kali/menit (Tarwoto & Wartonah, 2015). 
  • Hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen seluler akibat defesiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Pemeriksaan Fisioterapi Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis 
  1. Vital Sign
    Pemeriksaan vital sign merupakan pemeriksaan awal yang digunakan untuk mengetahui tanda vital atau status kesehatan dari pasien. Pemeriksaan vital sign meliputi tekanan darah, denyut nadi, suhu, laju pernafasan, SpO2, berat badan, tinggi badan serta kesadaran dari pasien. Pemeriksaaan ini sangat penting dilakukan terutama pada kasus kardiovaskuler dan respirasi, karena dengan melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengatahui secara cepat dari kesanggupan pasien untuk melakukan pemeriksaaan selanjutnya.
  2. Inspeksi

Pada kasus PPOK, saat dilakukan pemeriksaan inspeksi umumnya dapat dilakukan baik secara dinamis (bergerak) atau statis (diam) dan ditemukan berupa :

  1. Bentuk dada pasien, dalam beberapa kondisi ditemukan kondisi barrel chest (dada gentong) pada pasien 
  2. Pola pernafasan yang abnormal
  3. Upaya pernafasan yang dilakukan pasien, apakah bernafas dengan normal atau pasien bernafas lewat mulut (Purse Lips Breathing).
  4. Apakah pasien terlihat sesak, nafas berat, kelelahan 
  5. Pada beberapa kondisi terlihat adanya sianosis (kebiruan) 
  6. Memperhatikan gerakan sangkar thoraks pasien 
  7. Perhatikan penggunaan otot – otot pernafasan dari pasien 
  8. Apakah ada ditemukan alat bantu nafas terutama pada pasien rawat inap di rumah sakit
  1. Palpasi

Palpasi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan menekan bagian tubuh pasien. Pada kasus PPOK palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah adanya ketidak simetrisan dari gerakan sangkar torkaks saat bernafas ataupun pemeriksaan taktil fremitus (getaran).

  1. Perkusi

Perkusi merupakan pemeriksaaan yang dilakukan dengan mengetuk sepanjang lapang paru dari pasien guna mengetahui apakah terdapat udara, cairan ataupun massa padat pada area paru. Pada kasus PPOK saat dilakuakan perkusi dapat terdengar suara normal ataupun hipersonor.

  1. Auskultasi

Auskultasi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan stetoskop untuk mengatahui bunyi pernafasan pasien. Pada pasien PPOK dapat ditemukan bunyi pernafasan bronkial disetai tambahan bunyi rjonki dan bunyi wheezing.

  1. 6 Minutes Walking Test
  2.  

Kebugaran fisik rendah : 0 – 3,0 METs 

Kebugaran fisik sedang : 3,0 – 5,9 METs 

Kebugaran fisik baik : > 6,0 METs

  1. Spirometry
  2.  merupakan pengukuran yang dilakukan untuk pemeriksaan air flow limitation pada saat inspirasi ataupun ekspirasi. Spirometry juga berfungsi untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal atau dapat disebut forced vital capacity (FVC) serta untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama yang disebut juga forced expiratory volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran FEV1/FVC yang sering digunakan untuk menilai fungsi paru-paru. Penderita PPOK akan menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC serta nilai dari rasio pengukuran FEV1/FVC <70%.
 Penatalaksanaan Fisioterapi
  • Breathing Exercise
  1. Breathing Control

12,100+ Breathing Exercise Stock Illustrations, Royalty-Free Vector  Graphics & Clip Art - iStock | Meditation, Deep breath, Deep breathing

Sumber : https://images.app.goo.gl/ftYHBQM75SzYYV9C6

Metode Pelaksanaan :

  • Pasien diposisikan duduk diatas bed ataupun kursi dengan relaks
  • Tangan terapis berada bagian belakang thoraks pasien
  • Kemudian terapis memberikan aba -aba untuk melakukan inspirasi (menarik nafas) dan ekspirasi dengan tenang kepada pasien.
  • Latihan pernapasan ini dapat dilakukan 2 kali sehari dengan intensitas ringan atau sesuaikan dengan toleransi pasien, waktu pelaksanaan dilakukan selama 8-10 menit.
  1. Pursed Lip Breathing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep Pursed Lips Breathing 1.1.1 Pengertian Pursed  lips breathing merupakan breathing control yang

Sumber : https://images.app.goo.gl/x9qJmw2VDH6QjGgw9

Metode Pelaksanaan :

  • Pasien diposisikan duduk diatas bed ataupun kursi dengan relaks
  • Pasien diintruksikan untuk menarik napas secara perlahan melalui hidung dan menghembuskan napas secara perlahan melalui bibir yang mengerucut seperti sedang meniup lilin.
  • Latihan ini dilakukan selama 3-5 kali pengulangan serta disesuaikan dengan toleransi pasien, untuk waktu latihan itu dilakukan selama 3-5 menit.
  1. Diaphragmating Breathing Exercise

The What, Why & How of Diaphragm Breathing

Sumber : https://images.app.goo.gl/885ptLTaY31rMKbw7

Metode Pelaksanaan :

  • Posisi pasien  duduk atau setengah berbaring 
  • Terapis meminta pasien untuk meletakkan satu tangan di dada pasien dan tangan lainnya di perut, dan pasien diminta untuk menarik napas dengan menggembungkan perut dan tidak mengembangkan dada.
  • Jika sudah menarik napas (inspirasi) dengan benar, mintalah segera untuk menghembuskan napas hingga perut mengempis maksimal.
  • Latihan ini dapat dilakukan selama 4 kali seminggu dalam 10 kali repetisi 3 set dengan waktu pelaksanaan selama 5-10 menit.

 

 

  • Active Cycle Breathing Technique (ACBT)

Metode Pelaksanaan :

-       Pasien berada dalam posisi duduk relaks

-       Lalu instruksikan pasien untuk menarik nafas melalui hidung dan menghembuskan nafas melalui mulut atau hidung disesuaikan dengan kemampuan pasien (Breathing control)

-       Kemudian minta pasien untuk menarik nafas dalam dan tahan selama 2- 3 detik lalu hembuskan melalui mulut sebanyak 3-5x (Deep breathing)

-       Setelah menarik nafas dalam, minta pasien untuk menarik nafas kembali kemudian lakukan batuk dengan mengeluarkan suara “huff” sebanyak 1-2x.

-       Tampung sputum atau dahak yang dikeluarkan oleh pasien.

-       Kemudian instruksikan pasien kembali untuk menarik nafas melalui hidung dan menghembuskan nafas melalui mulut atau hidung disesuaikan dengan kemampuan pasien (Breathing control)

-       Latihan ini dapat dilakukan 2 kali sehari dan disesuaikan dengan kemampuan dari pasien, serta waktu sekitar 5 menit.

  • Batuk Efekif

Metode Pelaksanaan :

·      Pasien diposisikan duduk dengan relaks dengan bagian dada pasien disangga menggunakan bantal 

·      Minta pasien bernafas pelan dan dalam sebanyak kurang 2 -3x melalui hidung 

·      Instruksikan pasien untuk bernafas dalam kemudian tahan selama 1 -2/3 detik dan lakukan batuk dengan menggunakan otot - otot abdominal dan otot pernafasan lainnya

·      Tampung sekret yang dikeluarkan dan diakhiri dengan 

·      Pada teknik ini digunakan untuk mengeluarkan sputum atau dahak.

·      Latihan ini bisa dilakukan selama 2 kali sehari dan disesuaikan dengan kemampuan pasien serta waktu sekitar 10-15 menit.

 Edukasi

Pada pasien yang mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat melakukan latihan-latihan yang sudah diberikan oleh Fisioterapis secara mandiri atau bisa dengan dibantu dengan pengawasan dari keluarga serta menjaga asupan makanan atau nutrisi serta kualitas tidur, kelola stress serta perawatan diri atau selfcare, dapat menghindari faktor resiko yang dapat memicu perburukan penyakit seperti paparan asap rokok, merokok dan faktor resiko lainnyadapat melakukan aktivitas fisik ataupun olahraga ringan secara rutin dan serta tetap menggunakan masker saat berkendara atau saat berpergian.

DAFTAR PUSTAKA 

Richard Beasley, A. A. (2020-2022). Global Strategy For The Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease, 90-110.

Antariksa, B., Djajalaksana, S., Pradjnaparamita., Riyadi, J., & Yunus, F., 2011. Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Jakarta: s.n.

Samosir, N. & Sari, D., 2018. Jurnal Ilmiah Fisioterapi. Pengaruh Pemberian Pursed Lips Breathing dan Six Minute Walking Test dengan Infra Red dan Six Minutes Walking Test dapat Meningkatkan Kualitas Hidup Pada Kondisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). 1(2).

Muhammadiyah, U., Mataram, M., Syifa’ Nurul Baity, D., & Faris Naufal, A. (2023). Seminar Nasional LPPM UMMAT Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis : Case Report. 2, 1101–1107.

Qamila, B., Ulfah Azhar, M., Risnah, R., & Irwan, M. (2019). EFEKTIVITAS TEKNIK PURSED LIPS BREATHINGPADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK): STUDY SYSTEMATIC REVIEW. Jurnal Kesehatan, 12(2), 137. 

Hamidah, N. A., Presditia, I. M., & Nugraha, D. A. (2024). Efektivitas Nebulizer, Breathing Control, dan Batuk Efektif Untuk Sesak Napas dan Aktivitas Fungsional. Jurnal Ilmiah Kesehatan16(2), 20-27.

Nabila, A., Fatmarizka, T., & Utami, M. N. (2023, August). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Chronic Obstructive Pulmonary Disease ec Bronchitis: Studi Kasus. In Prosiding Sem